WIWIK YULIANA

BUDIDAYA PERAIRAIRAN 2011, FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN, UNIVERSITAS RIAU

Rabu, 19 Agustus 2015

PENENTUAN KUALITAS AIR




BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang masalah
Sungai Brantas merupakan sungai terpanjang di Jawa Timur, dengan panjang ± 320 km dengan daerah aliran seluas ± 12.000 km2, atau lebih kurang seperempat luas wilayah propinsi Jawa Timur. Sungai Brantas bersumber pada lereng Gunung Arjuna dan Anjasmara bermuara di selat Madura. Jumlah penduduk di wilayah ini ± 14 juta jiwa (40 % dari penduduk Jawa Timur), dimana sebagian besar bergantung pada sumberdaya air, yang merupakan sumber utama bagi kebutuhan air baku untuk konsumsi domestik, irigasi, industri, rekreasi, pembangkit tenaga listrik,
dan lain-lain (Anonymous,1996).
Menurut Nontji (1986) sungai merupakan perairan terbuka yang mengalir (lotik) yang mendapat masukan dari semua buangan pelbagai kegiatan manusia di daerah pemukiman, pertanian, dan industri di daerah sekitarnya. Masukan buangan ke dalam sungai akan mengakibatkan terjadinya perubahan faktor fisika, kimia, dan biologi di dalam perairan. Perubahan ini dapat menghabiskan bahan-bahan yang essensial dalam perairan sehingga dapat mengganggu lingkungan perairan. Berkembangnya kegiatan penduduk di Daerah Aliran Sungai (DAS) Brantas, seperti bertambahnya pemukiman penduduk, kegiatan industri rumah tangga, dan kegiatan pertanian, dapat berpengaruh terhadap kualitas airnya, karena limbah yang dihasilkan dari kegiatan penduduk tersebut dibuang langsung ke sungai.Perkembangan industri yang semakin cepat, dan intensifikasi air irigasi akan menyebabkan timbulnya berbagai permasalahan. Adanya masukan bahan-bahan terlarut yang dihasilkan oleh kegiatan penduduk di sekitar DAS Brantas sampai pada batas-batas tertentu tidak akan menurunkan kualitas air sungai. Namun demikian apabila beban masukan bahan-bahan terlarut tersebut melebihi kemampuan sungai untuk membersihkan diri sendiri (self purification), maka timbul permasalahan yang serius yaitu pencemaran perairan, sehingga berpengaruh negatif terhadap kehidupan biota perairan dan kesehatan penduduk yang memanfaatkan air sungai tersebut. BIOSAIN, VOL. 1 NO. 1, April 2001 32 Odum (1993) menjelaskan bahwa komponen biotik dapat memberikan gambaran mengenai kondisi fisika, kimia, dan biologi dari suatu perairan. Salah satu biota yang dapat digunakan sebagai parameter biologi dalam menentukan kondisi suatu perairan adalah hewan makrobentos. Sebagai organisme yang hidup di perairan, hewan makrobentos sangat peka terhadap perubahan kualitas air tempat hidupnya sehingga akan berpengaruh terhadap komposisi dan kelimpahannya.
Hal ini tergantung pada toleransinya terhadap perubahan lingkungan,sehingga organisme ini sering dipakai sebagai indicator tingkat pencemaran suatu perairan. Sumber-sumber pencemaran air Sungai Brantas antara lain berasal dari limbah industri, limbah domestik dan air buangan dari saluran irigasi dan drainasi.
Pada DAS Brantas bagian hulu sumber pencemaran yang utama berasal dari limbah domestik (rumah tangga dan pertanian/alami). Masukan bahan organik ke dalam perairan mempunyai akibat yang sangat komplek, tidak hanya deoksigenasi dalam air, tetapi dapat terjadi penambahan padatan tersuspensi, bahan beracun seperti ammonia, sulfida atau cyanida serta pengaruh terhadap komposisi dan kelimpahan komunitas biologi dalam hal ini adalah makrobentos. Berdasarkan kenyataan tersebut, maka diperlukan kegiatan penelitian tentangtingkat pencemaran dan kualitas perairan di DAS Brantas bagian hulu. Selanjutnya dari hasil penelitian tersebut diharapkan dapat dijadikan masukan untuk merumuskan kebijakan pengelolaan lingkungan, dalam rangka mengendalikan pencemaran di Sungai Brantas.
Salah satu permasalahan yang ada saat ini adalah semakin menurunnya kualitas air Sungai Brantas sejalan dengan makin meningkatnya berbagai kegiatan penduduk di sepanjang DAS Brantas. Penurunan kualitas air Sungai Brantas ini selain diakibatkan oleh pencemaran alami seperti terjadinya erosi dan limbah pertanian juga dikarenakan oleh adanya bahan-bahan organik berupa limbah dari penduduk sepanjang DAS serta aliran masuk lainnya yang turut mempengaruhi kualitas air Sungai Brantas. Penambahan bahan organik maupun anorganik berupa limbah ke dalam perairan selain akan mengubah susunan kimia air, juga akan mempengaruhi sifat-sifat biologi dari perairan tersebut. Banyaknya bahan organik di dalam perairan akan menyebabkan menurunnya kadar oksigen terlarut di dalam perairan dan jika keadaan ini berlangsung lama akan menyebabkan perairan menjadi anaerob, sehingga organisme aerob akan mati. Selain itu diketahui juga bahwa banyak senyawa organik yang bersifat toksik seperti fenol, pestisida, surfaktan, dan lain-lain dapat menimbulkan kematian organisme seperti plankton, bentos dan ikan.
Makrozoobentos terdapat diseluruh badan sungai mulai dari hulu sampai ke hilir. Dengan keberadaan makrobentos yang hidupnya menetap dengan waktu yang relatif lama, maka makrobentos ini dapat digunakan untuk menduga status suatu perairan. Penggunaan makrobentos sebagai penduga kualitas air dapat digunakan untuk kepentingan pendugaan pencemaran baik yang
berasal dari point source pollution maupun diffuse source pollution.
Bertitik tolak dari pemikiran tersebut,maka penelitian ini perlu untuk dilakukan.Melalui serangkaian pengamatan, pengukuran sifat fisika-kimia air dan keanekaragaman jenis hewan makrozoobentos, dapat ditentukan status kualitas perairan Sungai Brantas. Data yang diperoleh diharapkan dapat bermanfaat sebagai masukan bagi Pemerintah Daerah dalam perencanaan pembangunan dan pengendalian pencemaran sungai Brantas.

1.2.Tujuan penulisan
Tujuan penulisan adalah :
Memberikan informasi tentang klassifikasi Sungai Brantas hulu berdasarkan komunitas hewan makrobentosnya
Memberikan informasi  status kualitas perairan Sungai Brantas akibat limbah bahan organik di sungai bagian hulu (point source pollution maupun diffuse source pollution).

1.3.Manfaat penulisan
Memberikan informasi kepada masyarakat khususnya yang tinggal di tepi Sungai Brantas tentang kondisi sungai, dalam rangka kemungkinan pemanfaatan untuk keperluan rumah tangga.
Memberikan alternatif kebijakan yang akan dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah untuk pengelolaan lebih lanjut dan menjaga kelestarian sumberdaya Sungai Brantas Sanitta Trisna H, Penentuan Status Kualitas Perairan Sungai Berantas Hulu 33


BAB II.
ISI

2.1 Lokasi Pengukuran Kualitas Air
Penulisan makalah ini disadur dari penelitian mahasiswa jurusan perikanan Universitas Brawijaya Semarang.Dengan Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode diskriptif yaitu prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan obyek penelitian pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya (Nawawi, 1987). Pengamatan dilakukan terhadap hewan makrobentos dan beberapa parameter kualitas air sepanjang Sungai Brantas di bagian hulu. Pengambilan contoh air dan pengamatan terhadap parameter-parameter dilakukan pada beberapa lokasi berdasarkan guna lahan.
Penelitian ini dilakukan di perairan Sungai Brantas bagian hulu, karena diduga pada bagian hulu sungai ini telah terjadi pencemaran. Secara administrasi daerah penelitian termasuk dalam wilayah Kabupaten dan Kota Malang, Propinsi Jawa Timur.
Lokasi pengambilan contoh air ditentukan berdasarkan tata guna lahan di sekitar lingkungan perairan Sungai Brantas. Dengan dasar tata guna lahan tersebut, ditentukan delapan lokasi pengambilan contoh air di aliran utama Sungai Brantas. Lokasi
tersebut adalah :
Lokasi I : Sumber Brantas, merupakan daerah sumber dari sungai Brantas dan masih banyak areal hutan
Lokasi II : Junggo, merupakan daerah areal hutan pinus dan banyak digunakan untuk pertanian serta perkebunan
Lokasi III : Sengkaling, merupakan daerah pertanian dan pemukiman
Lokasi IV : Sekitar Jl.Juanda, merupakan tempat pemukiman penduduk yang padat
Lokasi V : Bumiayu, merupakan tempat pemukiman penduduk
Lokasi VI : Wonokerso, merupakan daerah pertanian
Lokasi VII : Kedung Pedaringan, merupakan daerah pertanian dan pemukiman
Lokasi VIII : Kemiri, merupakan daerah pertemuan antara sungai Brantas dan Sub-DAS Lesti sebelum masuk ke Bendungan Sengguruh.

2.2 Pengambilan contoh dan pengukuran kualitas air
Pengambilan contoh makrozoobentos untuk daerah substrat keras menggunakan
jaring bentos dengan ukuran (20 x 30 cm, ukuran mata jaring 0.5 mm) dan untuk daerah substrat lunak menggunakan Ekman Grab (15 x 15 x 20 cm). Adapun langkah-langkahnya adalah sebagai berikut : (1) contoh makrozoobentos diambil dengan menggunakan jaring bentos atau Ekman Grab, dimasukkan dalam wadah plastik dan diawetkan dalam alkohol 70%, (2) membawa ke laboratorium , dipisahkan antara kotoran dan makrozoobentos kemudian diidentifikasi sampai tingkat famili, bila memungkinkan sampai tingkat genus atau species. Pengambilan contoh kualitas air sungai dilakukan bersama-sama pada lokasi pengambilan contoh. Pengambilan contoh air dilakukan dengan Kemmerer Water Sampler.Jenis parameter dan cara pengukuran koalitas air mengacu kepada KEP- 02/MENKLH/I/1988 (Tabel 1). BIOSAIN, VOL. 1 NO. 1, April 200134


2.3 Parameter dan metode pengukuran kwalitas air
a.Parameter Fisika
1. Kecepatan arus m/det Pelampung/Stopwatch, Lapangan
2. Kedalaman air m Tongkat penduga ,Lapangan
3. Tipe substrat - Ukuran partikel Laboratorium
4. Suhu °C Thermometer ,Lapangan
5. Padatan tersuspensi mg/l Gravimetrik ,Laboratorium
b.Parameter Kimia
6. PH - pH-meter ,Lapangan
7. Oksigen terlarut (DO) mg/l Titrimetrik, Lapangan
8. BOD5 mg/l Titrimetrik, Laboratorium
9. COD mg/l Titrimetrik ,Laboratorium
10. Amonium (NH4+) mg/l Spektrofotome trik ,Laboratorium
11. Kesadahan mg/l Titrimetrik ,Laboratorium

C. Twinspan
Untuk mendapatkan klasifikasinya dari data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan klasifikasi bertingkat, yaitu dengan menggunakan suatu program
komputer yang disebut Two-way Indicator Species Analysis (TWINSPAN) dengan langkahlangkah
sebagai berikut :
- mendata taxa makrozoobentos yang ada
- memberi kode pada setiap taxa yang ditemukan dengan maksimal 8 karakter
- memasukkan kedalam program komputer (Peeters dan Gylstra, 1997).

Indeks BMWP
Data yang diperoleh kemudian dianalisis untuk mendapatkan status perairannya dengan menggunakan Indeks BMWP. Langkah-langkahnya :
- data yang sudah diklassifikasikan dicocokkan dengan tabel BMWP dan memberi score pada masing-masing famili per stasiunnya
- dari score yang diperoleh setiap famili makrozoobentos, kemudian dicari nilai
 Average Score Per Taxon (ASPT)-nya. Nilai ASPT ini yang menentukan status kualitas
 perairannya. Contoh perhitungan nilai ASPT dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Penentuan nilai ASPT berdasar indeks BMWP
Taxa makrobentos   Score Indeks BMWP
Thiridae              = 6
Chirinomidae      =2
Synceridae          = -
Jumlah score       =8 
Nilai ASPT         = 4
Nilai ASPT =6 -2
Nilai ASPT : 1-4 untuk perairan kotor berat
Nilai ASPT : 5-7 untuk perairan kotor sedang
Nilai ASPT : 8-10 untuk perairan bersih.
Site group A tersusun atas 1 pengamatan, yaitu stasiun 2 yang terletak di daerah Junggo pada pengamatan bulan Juli. Pada site group ini ditemukan makrobentos dari jenis Tricoptera yaitu Hydropsychidae yang merupakan jenis makrozoobentos yang hidup di air jernih dengan substrat berbatu dan berarus deras Stasiun ini mempunyai substrat kerikil, pasir, dan batuan besar serta mempunyai kecepatan arus rata-ratanya 0.5 m/det.. Menurut Cairns dan Dicksons (1981), jenis may-flies (Ephemeroptera), stone-flies (Plecoptera), dan Caddies flies (Tricoptera) banyak ditemukan di air jernih.
Site group B juga hanya terdiri dari 1 pengamatan, yaitu stasiun 1 yang terletak di
daerah Sumber Brantas pada pengambilan sampel bulan Juli. Pada stasiun ini ditemukan makrozoobentos dari jenis Ephemeroptera yaitu genus Baetidae, yang merupakan indikator pencemaran pada site group ini yaitu dengan memberikan nilai negatif pada program komputer TWINSPAN yang berarti organisme tersebut sensitif terhadap pencemaran.
Seperti halnya pada site group A, site group B juga mempunyai substrat berbatu dan berarus cepat (0.89 m/det). Sepanjang alirannya juga ditumbuhi vegetasi berupa
pohon pinus dan tanaman perdu.
Site group C terdiri dari 3 pengamatan, yaitu stasiun 6 (Wonokerso) pada pengamatan bulan Maret, stasiun 2 (Junggo) pada pengamatan bulan Mei, dan stasiun 2 (Junggo) pada pengamatan bulan Juni. Pada stasiun ini ditemukan makrozoobentos dari jenis Diptera yang diwakili oleh Chironomus dan Ephemeroptera yang diwakili oleh Bungona narilla, dimana Bungona narilla merupakan
indikator perairan yang bersifat sensitif terhadap pencemaran, karena Ordo Ephemeroptera termasuk makrozoobentos yang dapat hidup pada kualitas perairan dengan kisaran tertentu saja, yaitu dapat hidup pada perairan dengan kandungan Okdigen terlarut (DO) yang cukup tinggi (8.8 ppm).
Persamaan dari ketiga stasiun ini terletak pada daerah sekitar yang ditumbuhi tanaman perdu.
Selain itu arus pada ketiga stasiun ini termasuk dalam kategori arus cepat (0.6-1 m/det). Site group D tersusun atas 4 pengamatan, yaitu stasiun 4 (Jl.Juanda) pada pengamatan bulan Maret, stasiun 5 (Bumiayu) pada pengamatan bulan Maret, stasiun 4 (Jl.Juanda) pada pengamatan bulan April, dan stasiun 3 (Sengkaling) pada pengamatan bulan Juni. Pada site of group ini stasiunnya banyak mengambil di daerah yang aliran sungainya melewati pemukiman penduduk, kecuali stasiun 3 yang selain melewati daerah pemukiman juga melewati persawahan. Makrozoobentos yang ditemukan adalah dari ordo Pulmonata yaitu Limnaeidae. Gastropoda merupakan organisme yang mempunyai kisaran penyebaran yang luas di substrat berbatu, berpasir, maupun berlumpur, tetapi organisme ini cenderung menyukai substrat berpasir. Kecepatan arusnya lambat (0.25 m/det) dan mempunyai substrat dasarpasir dan sedikit berlumpur.
Site group E juga terdiri dari 4 pengamatan yaitu di Sumber Brantas (stasiun 1) pada pengamatan bulan Maret, Kedung Pedaringan (stasiun 7) pada pengamatan bulan Maret, Bumiayu (stasiun 5) pada pengamatan bulan April, dan Sengkaling (stasiun 3) pada pengamatan bulan Juli. Makrozoobentos yang ditemukan pada site group ini adalah dari jenis Ephemeroptera (Baetis sp.), Pulmonata (Brotia testudinaria), dan Diptera (Chironomous sp.).
Dari keempat stasiun ini terdapat persamaan yaitu substrat dasarnya berupa kerikil dan batuan, walaupun pada stasiun 5 substrat dasarnya sedikit berlumpur Macroinvertebrata yang mampu hidup di sungai mempunyai morfologi berdasarkan adaptasinya terhadap kelimpahan makanan yang berupa bahan organik. Bahan organik kasar yang berupa daun yang jatuh ke sungai, umumnya di daerah hulu dimakan oleh kelompok shredder (pencabik dan pengunyah) misalnya larva dan nymph insekta. Bahan organik halus dimakan dengan cara disaring, diendapkan, dikumpulkan oleh kelompok scrapper (pengikis), misalnya dari gastropoda dan filter feeder di daerah hilir (Cummins, 1974).
Site group F terdiri dari 3 pengamatan, yang masing-masing terletak di jalan Juanda (stasiun 4) dan Bumiayu (stasiun 5) pada pengamatan bulan Mei, serta di jalan Juanda (stasiun 4) pada pengamatan bulan Juli. Pada kelompok ini masing-masing stasiun banyak terdapat pemukiman penduduk yang padat, dan terdapat pasar, dimana limbah domestic dari pasar dan pemukiman tersebut dibuang langsung ke sungai. Adanya sampah yang menghambat aliran sungai menyebabkan arus menjadi lambat dan rendahnya kualitas air yang ada, ini dapat dilihat dari data DO yang nilainya rendah (4-8 mg/l), dan nilai ammonianya yang tinggi (0.084-0.211 mg/l), sehingga pada stasiun ini banyak ditemukan Chironomous sp dan Tubifex sp, karena menurut Wilhm (1975), organisme Chironomous sp dan Tubifex sp merupakan kelompok yang toleran, BIOSAIN, VOL. 1 NO. 1, April 200136 dimana organisme kelompok ini pada umumnya tidak akan merasakan adanya tekanan lingkungan dan pengkayaan bahan organik.
Pada site group G yang terdiri dari 6 pengamatan yaitu stasiun 8 (Kemiri) pada ke ³ bulan pengamatan (Maret, April, Mei, Juni, Juli) dan stasiun 2 (Junggo) pada pengamatan bulan April, ditemukan makrozoobentos dari jenis Gammaridae yang bersifat sensitif terhadap pencemaran. Hal ini ditandai dengan adanya nilai negatif (-) pada pengklassifikasian dengan menggunakan program komputer TWINSPAN.
Site group H tersusun dari 7 pengamatan, yaitu pada pengamatan bulan Maret 2 stasiun: Junggo (stasiun 2) dan Sengkaling (stasiun 3), Sumber Brantas (stasiun 1) yang terbagi menjadi 3 stasiun (pengamatan bulan April, Mei, Juni), serta Bumiayu yang terbagi menjadi 2 stasiun (pengamatan bulan Juni dan Juli).. Pada site group ini ditemukan makrozoobentos dari jenis Baetidae, Simullidae, dan Hydropsychidae yang merupakan jenis makrozoobentos yang hidup di substrat berbatu dan berarus deras.  Site of group ini mempunyai substrat yang berbatu, berarus cepat (0.3-0.9 m/det) dan disekitarnya terdapat vegetasi.
Menurut Mulyanto (1992) cara hidup organisme di sungai dengan aliran cepat yaitu dengan
melengkapi rahang yang kuat (Baetidae) dan dengan adanya bentuk tubuh yang datar. Site group I terdiri dari 5 pengamatan, yang masing-masing terletak di Kedung Pedaringan (stasiun 7) yang terbagi menjadi ò stasiun pengamatan : bulan April, Mei, Juni, dan Juli; dan di Wonokerso (stasiun 6) pada pengamatan bulan Juli. Tata guna lahan disekitar stasiun ini adalah pertanian dan pemukiman, dimana disekitar aliran sungainya ditumbuhi vegetasi berupa semak-semak dan pohon bambu. Pada stasiun ini banyak
ditemukan makrozoobenthos jenis
Gastropoda, hal ini kemungkinan disebabkan adanya masukan bahan organik yang tinggi
dari daerah pemukiman dan pertanian dimana bahan organik tersebut merupakan sumber makanan bagi makrozoobenthos jenis Gastropoda. Jenis Gastropoda dari beberapa familinya diketemukan pada aliran sungai yang terdapat vegetasi di tepian sungainya (Quigley, 1977). Keadaan kualitas air pada site group ini yang mendukung keberadaan Gastropoda adalah DO-nya tinggi (8-9 mg/l), pH netral (7.2-8.3) dan kesadahan yang tinggi (222-253 mg/l). Hal ini sesuai dengan pendapat Hynes
(1976), bahwa jenis siput lebih banyak dijumpai pada perairan yang sadah dimana pada perairan yang demikian, Ca akan dimanfaatkan untuk pembentukan cangkang. Site group terakhir yaitu site group J terdiri dari 6 pengamatan, yaitu stasiun 3 (Sengkaling) pada pengamatan bulan April, Mei; stasiun 4
(Jl. Juanda) pada pengamatan bulan Juni; dan stasiun 6 (Wonokerso) pada pengamatan bulan April, Mei dan Juni. Dari keenam stasiun tersebut, pengamatan pada stasiun 3 dilakukan pada saat musim penghujan, sehingga makrozoobentos yang ditemukan hanya sedikit, karena kemungkinan makrozoobenthos tersebut sebagian terbawa arus. Seperti halnya pada site group I, pada site group ini tata guna lahannya adalah pertanian dan pemukiman penduduk. Menurut Musa et al. (1996), secara umum limbah rumah tangga berupa bahan organik dan limbah pertanian biasanya berupa sisa pupuk, pestisida, dan lumpur. Makrozoobentos yang ditemukan adalah dari jenis Gastropoda yaitu Syncera javana dan Melanoides sp dengan kelimpahan yang tinggi.

2.4 Status perairan sungai brantas hulu
Berdasarkan nilai Indeks BMWP dan perhitungan nilai ASPT, maka pada penelitian ini didapatkan kisaran angka ASPT antara 4 - 6.3 yang berarti bahwa kondisi perairan ini berada pada status perairan kotor sedang sampai dengan kotor berat. Adapun data lengkapnya adalah sebagai berikut : Dari hasil analisis BMWP, diketahui bahwa pada site group A mempunyai kondisi perairan yang kotor sedang, yang ditunjukkan dengan nilai ASPT yang rendah (5).
Pada site group B diketahui mempunyai status perairan kotor sedang. Status perairan
ini diperoleh dari nilai Indeks BMWP yang juga rendah yaitu 5. Seperti halnya pada site group A, pada site group B ini juga disusun oleh dua famili yaitu Tipulidae yang mempunyai skor 5 dan famili Muscidae yang juga mempunyai skor 5 dalam tabel BMWP. Site group C mempunyai status perairan
kotor sedang. Ini didapat dari nilai ASPT yang cukup tinggi yaitu 6.3 yang dibulatkan menjadi 6. Namun walaupun mempunyai nilai ASPT yang tinggi, namun masih dalam kisaranperairan kotor  sedang karena tidak mencapai angka 8. Tingginya nilai ASPT pada daerah ini karena terdapatnya famili Leptophlebidae dan Chloroperliidae yang mempunyai skor 10, sehingga dapat memperbesar nilai ASPT-nya. Sanitta Trisna H, Penentuan Status Kualitas Perairan Sungai Berantas Hulu 37
Analisis BMWP pada site group D memberikan hasil bahwa stastus perairan dari site group ini termasuk dalam kategori perairan kotor sedang dengan nilai ASPT yang rendah yaitu 5. Rendahnya nilai ASPT ini dikarenakan ditemukannya famili Lumbricullidae yang mempunyai skor 1, sehingga akan mempengaruhi nilai ASPT yang didapat.
Pada site group E status perairannya Adalah kotor berat, yang ditunjukkan dengan nilai ASPT yang rendah yaitu 4. Status perairan yang kotor berat ini dapat disebabkan karena sebagian anggota dari site group ini mempunyai arus yang lambat, yang dapat menyebabkan terakumulasinya bahan organik di dasar perairan dan dengan adanya pengkayaan bahan organik dan arus yang lambat akan terjadi modifikasi substrat, yaitu substrat dasar menjadi berlumpur. Pada site group ini ditemukan antara lain famili Lumbricullidae dan Chironomidae yang mempunyai skor rendah yaitu 1 dan 2.
Site group F mempunyai status perairan kotor sedang dengan nilai ASPT yang cukup rendah yaitu 5.3. Nilai ASPT yang tidak begitu rendah ini dikarenakan dalam site group ini ditemukan famili Leptophlebiidae yang mempunyai skor 10 dan famili Chironomidae yang mempunyai skor 2, sehingga apabila dihitung nilai ASPT-nya adalah 5.3, dimana nilai 5.3 ini masih dalam kategori perairan kotor sedang.
Untuk stasiun yang lebih ke bawah menuju ke hilir, pada umumnya mempunyai status perairan yang kotor berat (site group G dan site group H), namun pada site group I dan site group J mempunyai status perairan dalam kategori kotor sedang. Pada site group G dan H antara lain ditemukan makrozoobentos dari famili Chironomidae (skor 2), Lumbriculidae (skor 1) dan Annelida (skor 1), sehingga nilai ASPT-nya rendah (4). Selain itu familiChironomidae,  Lumbriculidae dan Annelida merupakan organisme yang toleran terhadap pencemaran. Sedang masih adanya bagian sungai yang mempunyai kondisi perairan kotor sedang seperti pada site group I dan site group J, karena pada site group tersebut ditemukan makrozoobenthos dari famili Perliidae dan Leptohlebiidae yang mempunyai skor tinggi (10).
Disamping itu menurut data ekologis yang ada, pada kedua site group tersebut mempunyai nilai TSS yang cukup tinggi (0.006-0.159), sehingga ada kemungkinan bahwa famili Perliidae dan Leptophlebiidae kurang mampu beradaptasi dengan kandungan TSS yang relatif tinggi, karena padatan tersuspensi dapat menghalangi penetrasi cahaya matahari yang diperlukan oleh alga dan mikrofita untuk berfotosintesa sehingga secara tidak langsung mempengaruhi keberadaan makanan makro zoobentos.
Bila dilihat dari nilai ASPT-nya, maka pada site group yang mempunyai status perairan
kotor sedang (site group A, B, C, D, F, I dan J) secara umum dapat dimanfaatkan untuk keperluan pertanian, peternakan dan perikanan, karena nilai kualitas air pada site group yang mempunyai status perairan kotor sedang masih memenuhi kriteria standart baku mutu badan air kualitas C.
Sedangkan site group yang mempunyai status perairan kotor berat (site group E, G, dan H), bila dilihat dari kualitas airnya hendaknya sebelum dibuang ke sungai harus melalui Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL).












BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan
Dari hasil analisis data yang diperoleh, maka dapat diambil beberapa kesimpulan
sebagai berikut :
Dari 8 stasiun pengamatan pada Sungai Brantas bagian hulu pada penelitian yang dilakukanselama 5 bulan (Maret-Juli) ini berdasar pada komunitas makrobentosnya dengan menggunakan program komputer TWINSPAN dapat diklasifikasikan menjadi 10 site of group (A, B, C, D, …,J).
Site of group A, B, C, E, dan G ditemukan makrozoobentos antara lain dari famili Baetidae, Leptophlebiidae, Chloroperliidae, dan Gastropoda , yang mempunyai habitat pada substrat dasar kerikil, pasir, dan batuan dengan kecepatan arus cepat (0,5-1 m/det), suhu 17-27 °C, kadar BOD 6,7-7,³ mg/l, dan kandungan COD 5,2-11,2 mg/l..
Site of group D, F, H, I, dan J ditemukan makrozoobentos dari famili Hydrop sychidae, Chironomidae, dan Lumbri cullidae, yang sesuai dengan tempat hidup berupa substrat dasar lumpur dan pasir, dengan kecepatan arus lambat (0,15-0,³ m/det), suhu 20-25 °C, kadar BOD 4,7-7,9 mg/l, dan kandungan COD 9-12,4 mg/l.
Distribusi makroinvetebrata dibatasi oleh tipe substrat, yaitu kelompok yang hidup didaerah eroding substrata (batu, kerikil, pasir) dan kelompok yang hidup didaerah depositing substrata (lumpur). Komposisi BIOSAIN, VOL. 1 NO. 1, April 2001 38 makrozoobentos yang ditemukan di daerah eroding substrata seperti pada site of group A, B, C, E, G, dan H lebih besar dibandingkan dengan di daerah depositing substrata seperti pada site of group D, F, I, dan J.
Status perairan sungai Brantas bagian hulu yang ditentukan dengan menggunakan Indeks BMWP pada penelitian ini adalah sebagai berikut :
- Site of group A, B, C, D, F, I, dan J mempunyai status perairan kotor sedang dengan nilai ASPT berkisar antara 4,8 sampai dengan 6,3.
- Site of group E, G, dan H mempunyai status perairan kotor berat dengan nilai ASPT berkisar antara 4 sampai dengan 4,5.

3.2 Saran
Dari hasil penelitian ini dapat disarankan hal-hal sebagai berikut :
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai status dan kualitas perairan Sungai Brantas bagian hulu dengan pemilihan waktu penelitian yang jelas misalnya pada musim penghujan atau musim kemarau, tidak dalam musim peralihan.
Menjadikan bagian sungai Brantas pada site of group G sebagai daerah konservasi karenapada daerah tersebut masih baik kondisi perairannya. Ini dapat dilihat dari keberadaan komunitas makrozoo benthosnya yang masih mempunyai kelimpahan dan keanekaragaman yang tinggi. Misalnya dengan menjadikan site of group ini sebagai daerah penangkapan ikan Mas (Cyprinus carpio), Tawes (Punctius javanicus) dan Mujaer (Oreochromis mossambica), dimana ikan tersebut dapat memanfaatkan makrozoobentos yang ada seperti ikan Mas (Cyprinus carpio), yang memanfaatkan makrozoobentos jenis Trichoptera untuk kehidupannya.
Menjadikan bagian sungai Brantas pada site of group A, B, C, D, E, F, I dan J sebagai daerah rehabilitasi mengingat pada daerahdaerah tersebut kondisi perairannya sudahmenurun.


















DAFTAR PUSTAKA

_______,. (1996). Panduan Penyuluhan Prokasih. Pemerintah Propinsii Daerah Tingkat I Jawa Timur dan Perum Jasa Tirta. Surabaya. 16 hal.
Cairns J.Jr dan K.L.Dicksons. (1981). Biological Methods for Assessment of Water Quality. Merican Society Testing and Mateerial (ASTM) Special Technical Publication. America.
Cummins, K.W. (1974). Structure and Function of Stream Ecosystem. Biosciences 24 : 531-641.
Hynes, H.B.N. (1976). The Ecology of Running Water. Third Edition. University of Toronto Press. Liverpool. 518 hal.
Mulyanto. (1992). Manajemen Perairan. LUWUNIBRAW- FISH. Fisheries Project Unibraw. Malang.
Musa, M.; Kartini; M. Mahmudi. (1996). Studi Tentang Jenis Limbah…di Kawasan Hutan Mangrove Desa Curah Sawo, Kecamata nGending, Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur. Laporan Penelitian. Fakultas Perikanan Universitas Brawijaya, Malang.
Nawawi, H. (1987). Metode Penelitian. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Nontji, A. (1986). Rencana Pengembangan Puslitbang Limnologi. LIPI pada Prosiding Expose
Limnologi dan Pembangunan. Bogor.
Odum, E.P. (1993). Dasar-dasar Ekologi. Edisi Ketiga. Alih Bahasa : Samingan, T. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Orth, D.J dan O.E. Maughan. (1983). Microhabitat Preference of Benthic Fauna in Woodland Stream. Hydrobiologia, 106:157-168.
Peeters, E.T.H.M dan Gylstra, R. (1997). Manual On TWINSPAN, Background, application, interpretation. Departement of Water Quality Management and Aquatic Ecology.Agricultural University Wageningen, the Netherlands. 28 hal
Quigley, M. (1977). Invertebrates of Stream and Rivers, akey to dentification. Edward Arnold PublishersLtd. London. 84 hal.
Wilhm, F.F. (1975). Biological Indicator Pollution In B.A. Whitoon, (Ed.) River Ecology. Blackwell Scientific Publ. Oxford, England. 375-402 hal.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar