I. PENDAHULUAN
1.1.
Latar
Belakang
Ikan patin merupakan salah satu ikan air tawar yang memiliki peluang ekonomi untuk dibudidayakan. Budidaya ikan Patin masih perlu
diperluas lagi, karena pemenuhan atas permintaan ikan patin masih sangat
kurang. Rasa daging ikan patin yang enak dan gurih konon memiliki rasa yang
lebih dibandingkan Ikan Lele. Ikan patin memiliki kandungan minyak dan lemak
yang cukup banyak di dalam dagingnya.
Teknik
budidaya ikan Patin sebenarnya relatif mudah, sehingga tidak perlu ragu jika
berminat menekuni budidaya ikan ini. Pada awalnya pemenuhan kebutuhan ikan
Patin hanya mengandalkan penangkapan dari sungai, rawa dan danau sebagai
habitat asli ikan patin. Seiring dengan meningkatnya permintaan dan minat
masyarakat, ikan Patin mulai dibudidayakan di kolam, keramba maupun bak dari semen.
Permintaan ikan Patin yang terus
meningkat memberikan peluang usaha bagi setiap orang untuk menekuni
usaha di bidang budidaya ikan Patin
ini. Dengan permintaan yang demikian meningkat jelas tidak mungkin mengandalkan
tangkapan alam, tetapi perlu budidaya ikan Patin secara lebih intesnsif.
1.2.
Tujuan
dan Manfaat
1.2.1.
Tujuan
Adapun
tujuan dari pembuatan makalah yang berjudul budidaya ikan Patin adalah untuk
memperdalam pengetahuan tentang tekhnik budidaya ikan Patin itu sendiri selain
itu juga merupakan wujud tugas dan tanggung jawab sebagai seorang pelajar untuk
melaksanakan tugas dari pembimbing mata kuliah Dasar-Dasar Budidaya Perairan.
1.2.2.
Manfaat
Banyak
manfaat dari pembuatan makalah ini yang pastinya bisa menambah pengetahuan yang
mana sebelumnya belum mengetahuinya khususnya mengenai Tekhnik Budidaya ikan
Patin, selain itu juga tentunya dapat melatih diri dalam pembuatan karya tulis
ilmiah agar menjadi lebih baik.
II. PEMBAHASAN
2.1.
Sistematika dan Morpologi Ikan Patin
Sistematika ikan Patin adalah
sebagai berikut (Heru dan Khairul, 1996)
Ordo : Ostariophysi
Sub-ordo : Siluroidea
Family : Pangasidae
Genus : Pangasius
Spesies : Pangasius pangasius Ham. Buch.
Nama
Inggris : Catfish
Nama
lokal : Ikan Patin
Ikan Patin memiliki badan memanjang
berwarna putih seperti perak dengan punggung berwarna kebiru-biruan. Panjang
tubuhnya bisa mencapai 120 cm, suatu ukuran yang cukup besar untuk ukuran ikan
air tawar domestic. Kepala ikan Patin relatif kecil dengan mulut terletak di
ujung kepala agak di sebelah bawah. Hal ini merupakan ciri khas golongan
Catfish. Pada sudut mulutnya terdapat dua pasang kumis pendek yang berfungsi
sebagai peraba. (Heru dan Khairul, 1996)
Sirip punggung memiliki sebuah jari-jari
keras yang berubah menjadi patil yang bergerigi dan besar disebelah
belakangnya. Sementara itu, jari-jari lunak sirip punggung terdapat enam atau
tujuh buah. Pada punggungnya terdapat sirip lemak yang berukuran kecil sekali.
Adapun sirip ekornya berbentuk cagak dan bentuknya simetris, ikan Patin tidak
memiliki sisik, sirip duburnya panjang, terdiri dari 30-33 jari-jari lunak,
sedangkan sirip perutnya memiliki enam jari-jari lunak. Sirip dada memiliki
12-13 jari-jari lunak dan sebuah jari-jari keras yang berubah menjadi senjata
yang dikenal sebagai patil. (Heru dan Khairul, 1996)
2.2.
Sifat-sifat
Biologis Ikan Patin
Ikan Patin bersifat nocturnal (melakukan
aktivitas pada malam hari) sebagai mana umumnya ikan Catfish lain nya. Selain
itu Patin suka bersembunyi di dalam liang-liang di tepi sungai habitat nya
hidup. Hal yang membedakan Patin dengan dengan Catfish pada umumnya yaitu sifat
Patin yang termasuk omnivora atau golong ikan pemakan segala. Di alam makanan
ikan ini antara lain ikan-ikan kecil lainnya, cacing, detritus, serangga,
biji-bijian, udang-udang kecil, dan molusca. (Heru dan Khairul, 1996)
Ikan Patin termasuk ikan dasar. Hal ini
bisa dilihat dari bentuk mulutnya yang agak ke bawah. Habitatnya di
sungai-sungai besar yang tersebar di Indonesia, India, dan Myanmar. Daging ikan
Patin sangat gurih dan lezat sehingga terkenal dan sangat digemari oleh
masyarakat. Di alam ikan ini dikumpulkan di tepi-tepi sugai besar pada akhir
musim penghujan atau sekitar bulan April sampai Mei. Alat yang dipergunakan
adalah seser yaitu semacam jala yang diperegang dengan sepasang bilah bamboo.
Pengoperasiannya dengan cara mendorong atau menyeserkan ke arah depan. Waktu
penangkapannya menjelang fajar karena pada saat itu anak-anak Patin umumnya
berenang bergerombol dan sesekali muncul ke permukaan air untuk menghirup
oksigen dari udara langsung. (Heru dan Khairul, 1996).
2.3.
Persyaratan
Teknis Pembenihan
Dalam usaha budidaya ikan patin persyaratan lokasi yang harus dipenuhi
untuk mencapai produksi yang menguntungkan meliputi sumber air, kualitas air
dan tanah serta kuantitas air. Kriteria persyaratan tersebut berbeda tergantung
dari pada sistem budidaya yang digunakan. Sebelum menetapkan lokasi usaha,
selain harus memenuhi persyaratan tersebut perlu pula dipastikan kelayakan
lokasi budidaya ditinjau dari segi gangguan alam, gangguan pencemaran, gangguan
predator, gangguan keamanan dan gangguan lalu lintas angkutan air. Uraian
berikut adalah persyaratan lokasi yang perlu diperhatikan menurut Khairuman,
Amd dan Ir. Dodi Sudenda (Budidaya Patin Secara Intensif, 2002)
1.
Sumber
Air
Air yang dapat digunakan
untuk kegiatan pembenihan dapat berasal dari air tanah ataupun air irigasi yang
bebas dari pencemaran. Pada proses penetasan telur dan pendederan air yang digunakan harus menggunakan air
sumur hal ini untuk menghindari adanya pencemaran dan timbulnya serangan
penyakit dan jamur pada telur dan larva, sedangkan untuk perawatan induk dan
pendederan benih dapat menggunakan air irigasi. Perlakuan mutlak dilakukan baik
untuk air tanah maupun air irigasi dengan melakukan metoda pengendapan,
filtrasi, dan aerasi. Hal ini diperlukan untuk mengurangi plastic tanah maupun
pasir serta menambah kandungan oksigen kedalam air sebelum digunakan untuk
media pemeliharaan ikan. (Sisika, 2011).
Adapun kualitas air yang baik untuk
budidayaikan Patin yang baik adalah :
Kriteria
|
Nilai Batas
|
|
a.
|
Fisika
|
|
- Suhu
|
20-30oC
|
|
- Total
padatan terlarut Maksimum
|
2000 mg/l
|
|
-
Kecerahan
|
Lebih dari
45 cm
|
|
b.
|
Kimia
|
|
- PH
|
6-9
|
|
- Oksigen
terlarut
|
Maksimum 8
jam/hari, minimal 3 mg/l
|
|
-
Karbondioksida bebas
|
Maksimum
15 mg/l
|
|
- Amoniak
|
Maksimum
0,016 mg/l
|
|
- Nitrit
|
Maksimum
0,2 mg/l
|
|
-
Tembaga(Cu)
|
Maksimum
0,02 mg/l
|
|
- Seng
(Zn)
|
Maksimum
0,02 mg/l
|
|
- Mercuri
(Hg)
|
Maksimum
0,002 mg/l
|
|
- Timbal
(Pb)
|
Maksimum
0,3 mg/l
|
|
- Klorin
bebas (Cl2)
|
Maksimum
0,003 mg/l
|
|
- Fenol
|
Maksimum
0,001 mg/l
|
|
- Sulfida
|
Maksimum
0,002 mg/l
|
|
- Kadmium
(Cd)
|
Maksimum
0,01 mg/l
|
|
- Fluorida
|
Maksimum
1,5 mg/l
|
|
-
Arsenikum (As)
|
Maksimum 1
mg/l
|
|
- Selenium
(Se)
|
Maksimum
0,05 mg/l
|
|
- Krom
heksavalen (Cr + 6)
|
Maksimum
0,05 mg/l
|
|
- Sianida
(Cn)
|
Maksimum
0,02 mg/l
|
|
- Minyak
dan lemak
|
Maksimum 1
mg/l
|
2.
Lokasi
Pemilihan lokasi
untuk pembenian harus dilakukan. Hal ini terutama berhubungan dengan
ketersediaan dan kualitas air, baik air tanah maupun air irigasi harus tersedia
dalam jumlah yang cukup sepanjang tahun. Selain itu, lokasi unit pembenihan
harus memiliki akses jalan yang baik untuk menunjang operasional pembenihan dan
pembesaran benih. Untuk menghindari musibah, lokasi unit pembenihan harus bebas
dari banjir dan tanah longsor.
3.
Peralatan
Yang Diperlukan
Peralatan
Yang Diperlukan pada kegiatan pembenihan antara lain:
1.
Hapa plastic 8. System aerasi 15. Bak pendederan
2.
Hapa penampungan 9. Termometer 16.
Alat suntik
3.
Bak penampungan induk 10. Akuarum + Rak 17. Kateter cateter
4.
Seser halus 11. Bak atau kolam pendederan 18. Timbangan
5.
Pompa air 12. Alat suntik 19. Baskom
6.
Handuk/sarung tangan 13. Corong penetasan telur 20. Water heater
7.
Bulu ayam 14. Corong penetasan artemia 21. Peralatan lainya
4.
Bahan
Yang Diperlukan
Bahan yang diperlukan
dalam kegiatan pembenihan antara lain:
1.
Pakan induk 4. Obat-obatan 7.
Suspense tanah merah
2.
Pakan benih 5. Artemia 8.
Tissue
3.
Hormone ovaprim 6. Sodium (NaCl 0,9 %) 9.
Bahan lainnya
2.4.
Pembenihan
Ikan Patin
1.
Pemilihan induk matang kelamin
Adapun
ciri-ciri induk Patin yang sudah matang gonad dan siap dipijahkan adalah
sebagai berikut. (Heru dan Khairul, 1996).
a.
Induk betina
1. Umur
3 tahun
2. Ukuran
1,5-2 kg
3. Perut
membesar kearahanus
4. Perut
terasa empuk dan halus bila diraba
5. Kloaka
membengkan dan berwarna merah tua,
6. Kulit
pada bagian perut lembek dan tipis
7. Kalau
disekitar kloaka ditekan akan keluar beberapa butir telur yang bentuknya bundar
dan besarnya seragam.
b.
Induk jantan
1. Umur
2 tahun
2. Ukuran
1,5-2 kg
3. Kulit
perut lembek dan tipis
4. Bila
diurut akan keluar cairan sperma berwarna putih
5. Kelamin
membengkak dan berwarna merah tua.
2.5.
Pembenihan
1.
Penyuntikan
Siska,
2011 menyatakan Hormone yang digunakan adalah ovaprim, standar dosis ovaprim
yang diberikan untuk induk betina adalah 0,5 ml/kg sedangkan untuk induk jantan
adalah 0,2 ml/kg. penyuntikan dilakukan sebanyak dua kali pada bagian
intramuscular di punggung atas kanan/kiri sudut penyuntikan 450, dengan
interval waktu penyuntikan pertama dan kedua sekitar 6-12 jam. Penyuntikan
pertama sebanyak 1/3 bagian dari dosis total dan sisanya 2/3 bagian diberikan
pada penyuntikan kedua.
2.
Setriping
Media
tempat penyuntikan indukan yang telah disuntik haruslah ideal, dalam arti bak
harus tertutup dan bak berbentuk bulat dengan ketinggian 1 m, bertujuan induk
yang telah disuntik tidak setres yang berakibat pada kualitas telur. Biasanya
setelah 6-12 jam setelah penyuntikan ke 2,ikan siap di setriping telurnya untuk
di aduk dengan sperma yang telah dicampur NaCl 0,9 %.(Siska, 2011)
3.
Inseminasi buatan
Setelah
diaduk secara merata dan telur terbungkus oleh sperma, langkah selanjutnya
adalah pencampuran larutan tanah merah yang berguna untuk menghilangkan daya
rekat telur kemudian diaduk sempurna hingga telur tidak menempel satu sama lain
untuk menghilangkan larutan tanah merah dilakukan beberapa kali pembilasan
menggunakan air bersih kemudian siap untuk dimasukan dalam corong penetasan.
(Siska, 2011)
4.
Penetasan telur
Larva
mulai menetas setelah kurang lebih 20 jam setelah inseminasi. Larva menetas
tidak bersamaan tetapi secara bertahap. Pemanenan larva dilakukan 24-28 jam
setelah inseminasi. Larva yang menetas didalam corong penetasan akan bergerak
mengikuti aliran air kedalam bak penampungan larva kemudian larva di panen
dengan cara diambil dengan seser halus secara hati-hati dan berlahan. (Siska,
2011)
5.
Pemeliharaan larva dan benih
Pemeliharaan
larva dan benih ikan Patin sebaiknya dilakukan di dalam ruangan tertutup agar
dapat dijaga suhu airnya serta menghindari kontaminasi yang dapat masuk kedalam
media pemeliharaan larva. Wadah pemeliharaan larva dapat berupa akuarium, bak
fiber, bak semen maupun bak kayu, hal terpenting yang harus diperhatikan adalah
kebersihan dan ukuran wadah. Padat tebar larva sekitar 60-80 ekor/liter.
(Siska, 2011)
Larva
dipelihara selama 15 hari, hingga larva ikan akan mencapai ukuran 3/4 inchi.
Larva ikandi berikan pakan neupli artemia dari umur 30 jam hingga 7 hari.
Adapun pada hari ke 8 hingga ke 15 larva diberi pakan cacing sutra. Suhu
optimal untuk pemeliharaan larva antara 29-30 ̊̊C. (Siska, 2011)
Selama
pemeliharaan larva dilakukan penyiponan sisa pakan dan faeses secara rutin,
penambahan dan pergantian air dapat dilakuakn setelah 4 hari pemeliharaan dan
dilakukan secara rutin minimal setiap 2 hari sekali atau sesuai dengan
kebutuhan. (Siska, 2011)
Larva
akan berangsur menjadi benih pada umur sekitar 15 hari dan pada umur tersebut
benih kemudian dipanen dan didederkan pada wadah yang lebih besar agar
pertumbuhannya lebih optimal. Wadah pendederan dapat berupa bak semen ataupun
bak fiber hingga benih berukuran 2-3 inchi, seluruh kegiatan pemeliharaan larva
hingga benih harus dicatat dan terdokumentasi dengan baik, hal ini untuk
menghitung biaya produksi yang dikeluaran untuk memproduksi benih patin. Selain
itu bertujuan untuk memudahkan dalam evaluasi apabila terjadi kendala dan
masalah dalam proses pemeliharaan benih. (Siska, 2011)
2.6.
Pembesaran
1.
Persiapan kolam
Persiapan
kolam pembesaran ikan patin di mulai dengan melakukan pengeringan kolam. Kolam
dikeringkan dan dibiarkan selama 3-7 hari sampai dasar kolam menjadi retak
supaya bibit penyakit dan parasit mati terbunuh. Untuk keamanan selama
pembesaran, kondisi pematang kolam harus diperhatikan dengan cermat. Setiap ada
kebocoran dan bagian-bagian tanggul yang kurang kuat segera di perbaiki.
Keadaan kamalir diusahakan tidak ad mengalami pendangkalan. Pastikan juga pintu
pengeluaran dan pemasukan sudah diberi saringan yang kokoh, (Heru dan Khairul,
1996)
2.
Pengapuran dan pemupukan
Pengapuran
di perlukan untuk memperbaiki pH tanah dan mematikan bibit penyakit maupun hama
ikan. Pada umumnya, pH yang cocok berkisar antara 6,7-8,6. Pupuk yang diberikan
tidak langsung digunakan oleh ikan. Penggunaan pupuk ini untuk merangsang pakan
alami patin seperti Rotifera dan organism air lainnya dapat tumbuh dikolam.
Pupuk yang bias digunakan adalah pupuk organic, pupuk anorganik maupun pupuk
hijau. (Heru dan Khairul, 1996)
3.
Pengisian air
Setelah
pemupukan selesai, kolam diairi setinggi 20 cmdaqn biarkan selama beberapa
hari, tujuannya adalah untuk member kesempatan kepada pitoplankton dan organism
air lainnya agar tumbuh dengan baik. Di alam ikan pati menyukai perairan yang
agak dalam sehingga sebelum penebaran kedalaman air kolam sebaiknya sudah
mencapai 1,5 m. Pengisian air sampai mencapai ukuran ini harus dilakukan secara
bertahap agar beban pematang tidak bertambah secara mendadak. (Heru dan
Khairul, 1996)
4.
Penebaran ikan
Penebaran
ikan ke kolam baru dapat dilakukan bila kondisi air kolam diperkirakan sudah
stabil. Artinya, pengaruh pupuk sudah hilang dan makanan alami sudah cukup tersedia.
Kepadatan penebaran untuk ikan patin yang di besarkan di dalam kolam secara
monokultur adalah 1 ekor/m2 untuk benih berukuran 100 g/ekor.
Kepadatan penebaran ini tergantung pada ukuran benih, semakin besar benih yang
ditebarkan maka semakin jarang kepadatan penebarannya, demikian pula
sebaliknya. (Heru dan Khairul, 1996)
Penebaran
ikan diusahakan ketika suhu air rendah yaitu sekitar 25 ̊C. suhu ini biasanya
terjadi pada pagi hari dan sore hari. Agar,
lebih aman dilakukan proses aklimatisasi sebelum ikan di tebarkan
sehingga ikan tidak kaget dan langsung bias menyesuaikan diri dengan
lingkungann yang baru. Cara mudah proses aklimatisasi ini dengan membiarkan
ikan patin keluar dengan sendirinya dari wadah pengangkutan benih ke air kolam.
Proses ini bias dipercepat dengan mencampur secra berlahan-lahan air kolam
dengan air di wadah pengangkutan. (Heru dan Khairul, 1996)
5.
Pemberian pakan tambahan
Pemberian
pakan tambahan pada proses pembesaran petin di kolam sangat mutlak untuk memacu
pertumbuhan. Pakan tambahan itu berupa pellet atau sisa kegiatan dapur. Jumlah
pakan tambahan biasanya 3-4 % dari bobot
total ikan/hari. Pellet ini ada yang dibuat sendiri (pellet lokal) dan ada pula
pellet buatan pabrik (pellet komersial). Pakan tambahan lainnya yang juga bias
diberikan adalah limbah ikan, udang-udangan, molusca dan bekicot. Pemberian
pakan jenis ini sesuai dengan pakan ikan patin di alam. (Heru dan Khairul,
1996)
Pemberian
pakan buatan dilakukan 3 sampai 4 kali sehari (pagi, siang, soredan malam).
Dalam pelaksanaan nya, pemberian pakan buatan ini baru dihentikan setelah
hamper 25% dari ikan yang ada telah meninggalkan tempat pemberian pakan. Hal
ini menandakan bahwa sebagian besar ikan patin sudah mulai kenyang. Jarak waktu
antara pemberian pakan yang satu dengan pemberian pakan yang berikutnya adalah
4 jam karena biasanya ikan kembali lapar setiap 3-4 jam setelah makan. (Heru
dan Khairul, 1996)
6.
Panen
Pemanenan
ikan patin yang dipelihara secara monokultur di kolam lebih mudah dilakukan
karena ikan tidak bercampur dengan ikan jenis lainnya. Pemanenan dilakukan bila
ikan sudah di pelihara di kolam selama enam bulan. Pada umur ini, ikan patin
biasanya sudah mencapai ukuran konsumsi. Semakin besar ukuran benih yang
ditebarkan semakin singkat masa pemeliharaannya. (Heru dan Khairul, 1996)
Pemanenan
ikan dilakukan dengan cara mengeringkan kolam secara perlahan-lahan. Saluran
pemasukan air ditutup, sedangkan saluran pengeluaran yang terletak di dasar
kolam dibuka. Dengan demikian permukaan air dalam kolam akan menurun secara
berlahan dan ikan secara naluriah akan berenang menuju kebagian kolam yang
masih mengandung air. Agar ikan tidak
ada lolos maka pada pintu pengeluaran diberi krei bamboo atau saringan. (Heru
dan Khairul, 1996)
Untuk
menjaga agar ikan tidak setres, penurunan air hendaknya tidak dilakukan secara
tergesa-gesa.khusus pada kolam yang berukura besar, penutupan saluran pemasukan
air dan membukaan saluran pengeluaran air sebaiknya dilakukan pada sore hari,
yaitu sehari sebelum panen dilakukan. Pada keesokan harinya, pagi-pagi sekali
ikan sudah berkumpul di sepanjang kemalir. Ikan ini kemudian digiring untuk di
kumpulkan di bak pengumpulan. Ikan-ikan yang sudah terkumpul di dalam bak
penampungan dapat segera ditangkap dengan alat-alat penangkap ikan separti
serok, waring, dan scoop net . demi
keamanan ikan patin sebaiknya tidak dilakukan secara langsung dengan tangan.
Selanjutnya, ikan hasil panen ditampung di tempat khusus yang ada aliran air
nya agar kodisinya tetap segar. (Heru dan Khairul, 1996)
III.
PENUTUP
3.1.
Kesimpulan
Ikan Patin
merupakan komoditas air tawar yang yang memiliki nilai ekonomis yang tinggi
selain itu tekhnik pembudidyaan nya juga relative muda untuk dilakukan baik itu
secara tradisional, semi intensif maupun secara intensif.
3.2.
Saran
Sebaiknya, kegiatan
pembudidayaan ikan Patin ini dapat lebih di tingkatkan baik itu di bidang
pembenihan maupun pembesarannya agar produksi ikan patin ini terus meningkat
dan dapat memenuhi permintaan pasar local maupun internasional.
DAFTAR
PUSTAKA
Dewi,
siska. 2011. Jurus tepat Budidaya Ikan
Patin keuntungan besar dari simulut besar. Yokyakarta: Pustaka baru press.
Khairuman
dan Dodi Sudenda. 2002. Budidaya Patin
Secara Intensif.
Susanto,
heru dan Khairul amri. 1996. Budidaya
Ikan Patin. Jakarta: Penebar swadaya.
PUSAT SARANA BIOTEKNOLOGI AGRO
BalasHapusmenyediakan AEROTUBE untuk keperluan penelitian, laboratorium, mandiri, perusahaan .. hub 081805185805 / 0341-343111 atau kunjungi kami di https://www.tokopedia.com/indobiotech temukan juga berbagai kebutuhan anda lainnya seputar bioteknologi agro
i need help please this for my school project thankyou so much
BalasHapushttps://ikanpatin.visualsociety.com
.