WIWIK YULIANA

BUDIDAYA PERAIRAIRAN 2011, FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN, UNIVERSITAS RIAU

Senin, 29 Oktober 2012

Budidaya ikan Patin (Pangasius pangasius Hum. Buch.)



I.       PENDAHULUAN
1.1.            Latar Belakang
Ikan patin merupakan salah satu ikan air tawar yang memiliki peluang ekonomi untuk dibudidayakan. Budidaya ikan Patin masih perlu diperluas lagi, karena pemenuhan atas permintaan ikan patin masih sangat kurang. Rasa daging ikan patin yang enak dan gurih konon memiliki rasa yang lebih dibandingkan Ikan Lele. Ikan patin memiliki kandungan minyak dan lemak yang cukup banyak di dalam dagingnya.
Teknik budidaya ikan Patin sebenarnya relatif mudah, sehingga tidak perlu ragu jika berminat menekuni budidaya ikan ini. Pada awalnya pemenuhan kebutuhan ikan Patin hanya mengandalkan penangkapan dari sungai, rawa dan danau sebagai habitat asli ikan patin. Seiring dengan meningkatnya permintaan dan minat masyarakat, ikan Patin mulai dibudidayakan di kolam, keramba maupun bak dari semen. Permintaan ikan Patin yang terus meningkat memberikan peluang usaha bagi setiap orang untuk menekuni usaha di bidang budidaya ikan Patin ini. Dengan permintaan yang demikian meningkat jelas tidak mungkin mengandalkan tangkapan alam, tetapi perlu budidaya ikan Patin secara lebih intesnsif.


1.2.            Tujuan dan Manfaat
1.2.1.      Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah yang berjudul budidaya ikan Patin adalah untuk memperdalam pengetahuan tentang tekhnik budidaya ikan Patin itu sendiri selain itu juga merupakan wujud tugas dan tanggung jawab sebagai seorang pelajar untuk melaksanakan tugas dari pembimbing mata kuliah Dasar-Dasar Budidaya Perairan.
1.2.2.      Manfaat
Banyak manfaat dari pembuatan makalah ini yang pastinya bisa menambah pengetahuan yang mana sebelumnya belum mengetahuinya khususnya mengenai Tekhnik Budidaya ikan Patin, selain itu juga tentunya dapat melatih diri dalam pembuatan karya tulis ilmiah agar menjadi lebih baik.


II.    PEMBAHASAN
2.1.             Sistematika dan Morpologi Ikan Patin
Sistematika ikan Patin adalah sebagai berikut (Heru dan Khairul, 1996)
Ordo                :     Ostariophysi
Sub-ordo         :     Siluroidea
Family             :     Pangasidae
Genus              :     Pangasius
Spesies            :     Pangasius pangasius Ham. Buch.
Nama Inggris  :     Catfish
Nama lokal      :     Ikan Patin
Ikan Patin memiliki badan memanjang berwarna putih seperti perak dengan punggung berwarna kebiru-biruan. Panjang tubuhnya bisa mencapai 120 cm, suatu ukuran yang cukup besar untuk ukuran ikan air tawar domestic. Kepala ikan Patin relatif kecil dengan mulut terletak di ujung kepala agak di sebelah bawah. Hal ini merupakan ciri khas golongan Catfish. Pada sudut mulutnya terdapat dua pasang kumis pendek yang berfungsi sebagai peraba. (Heru dan Khairul, 1996)
Sirip punggung memiliki sebuah jari-jari keras yang berubah menjadi patil yang bergerigi dan besar disebelah belakangnya. Sementara itu, jari-jari lunak sirip punggung terdapat enam atau tujuh buah. Pada punggungnya terdapat sirip lemak yang berukuran kecil sekali. Adapun sirip ekornya berbentuk cagak dan bentuknya simetris, ikan Patin tidak memiliki sisik, sirip duburnya panjang, terdiri dari 30-33 jari-jari lunak, sedangkan sirip perutnya memiliki enam jari-jari lunak. Sirip dada memiliki 12-13 jari-jari lunak dan sebuah jari-jari keras yang berubah menjadi senjata yang dikenal sebagai patil. (Heru dan Khairul, 1996)
2.2.            Sifat-sifat Biologis Ikan Patin
Ikan Patin bersifat nocturnal (melakukan aktivitas pada malam hari) sebagai mana umumnya ikan Catfish lain nya. Selain itu Patin suka bersembunyi di dalam liang-liang di tepi sungai habitat nya hidup. Hal yang membedakan Patin dengan dengan Catfish pada umumnya yaitu sifat Patin yang termasuk omnivora atau golong ikan pemakan segala. Di alam makanan ikan ini antara lain ikan-ikan kecil lainnya, cacing, detritus, serangga, biji-bijian, udang-udang kecil, dan molusca. (Heru dan Khairul, 1996)
Ikan Patin termasuk ikan dasar. Hal ini bisa dilihat dari bentuk mulutnya yang agak ke bawah. Habitatnya di sungai-sungai besar yang tersebar di Indonesia, India, dan Myanmar. Daging ikan Patin sangat gurih dan lezat sehingga terkenal dan sangat digemari oleh masyarakat. Di alam ikan ini dikumpulkan di tepi-tepi sugai besar pada akhir musim penghujan atau sekitar bulan April sampai Mei. Alat yang dipergunakan adalah seser yaitu semacam jala yang diperegang dengan sepasang bilah bamboo. Pengoperasiannya dengan cara mendorong atau menyeserkan ke arah depan. Waktu penangkapannya menjelang fajar karena pada saat itu anak-anak Patin umumnya berenang bergerombol dan sesekali muncul ke permukaan air untuk menghirup oksigen dari udara langsung. (Heru dan Khairul, 1996).
2.3.            Persyaratan Teknis Pembenihan
Dalam usaha budidaya ikan patin persyaratan lokasi yang harus dipenuhi untuk mencapai produksi yang menguntungkan meliputi sumber air, kualitas air dan tanah serta kuantitas air. Kriteria persyaratan tersebut berbeda tergantung dari pada sistem budidaya yang digunakan. Sebelum menetapkan lokasi usaha, selain harus memenuhi persyaratan tersebut perlu pula dipastikan kelayakan lokasi budidaya ditinjau dari segi gangguan alam, gangguan pencemaran, gangguan predator, gangguan keamanan dan gangguan lalu lintas angkutan air. Uraian berikut adalah persyaratan lokasi yang perlu diperhatikan menurut Khairuman, Amd dan Ir. Dodi Sudenda (Budidaya Patin Secara Intensif, 2002)
1.      Sumber Air
Air yang dapat digunakan untuk kegiatan pembenihan dapat berasal dari air tanah ataupun air irigasi yang bebas dari pencemaran. Pada proses penetasan telur dan pendederan  air yang digunakan harus menggunakan air sumur hal ini untuk menghindari adanya pencemaran dan timbulnya serangan penyakit dan jamur pada telur dan larva, sedangkan untuk perawatan induk dan pendederan benih dapat menggunakan air irigasi. Perlakuan mutlak dilakukan baik untuk air tanah maupun air irigasi dengan melakukan metoda pengendapan, filtrasi, dan aerasi. Hal ini diperlukan untuk mengurangi plastic tanah maupun pasir serta menambah kandungan oksigen kedalam air sebelum digunakan untuk media pemeliharaan ikan. (Sisika, 2011).
Adapun kualitas air yang baik untuk budidayaikan Patin yang baik adalah :
Kriteria
Nilai Batas
a.
Fisika


- Suhu
20-30oC

- Total padatan terlarut Maksimum
2000 mg/l

- Kecerahan
Lebih dari 45 cm
b.
Kimia


- PH
6-9

- Oksigen terlarut
Maksimum 8 jam/hari, minimal 3 mg/l

- Karbondioksida bebas
Maksimum 15 mg/l

- Amoniak
Maksimum 0,016 mg/l

- Nitrit
Maksimum 0,2 mg/l

- Tembaga(Cu)
Maksimum 0,02 mg/l

- Seng (Zn)
Maksimum 0,02 mg/l

- Mercuri (Hg)
Maksimum 0,002 mg/l

- Timbal (Pb)
Maksimum 0,3 mg/l

- Klorin bebas (Cl2)
Maksimum 0,003 mg/l

- Fenol
Maksimum 0,001 mg/l

- Sulfida
Maksimum 0,002 mg/l

- Kadmium (Cd)
Maksimum 0,01 mg/l

- Fluorida
Maksimum 1,5 mg/l

- Arsenikum (As)
Maksimum 1 mg/l

- Selenium (Se)
Maksimum 0,05 mg/l

- Krom heksavalen (Cr + 6)
Maksimum 0,05 mg/l

- Sianida (Cn)
Maksimum 0,02 mg/l

- Minyak dan lemak
Maksimum 1 mg/l


2.      Lokasi
Pemilihan lokasi untuk pembenian harus dilakukan. Hal ini terutama berhubungan dengan ketersediaan dan kualitas air, baik air tanah maupun air irigasi harus tersedia dalam jumlah yang cukup sepanjang tahun. Selain itu, lokasi unit pembenihan harus memiliki akses jalan yang baik untuk menunjang operasional pembenihan dan pembesaran benih. Untuk menghindari musibah, lokasi unit pembenihan harus bebas dari banjir dan tanah longsor.
3.      Peralatan Yang Diperlukan
Peralatan Yang Diperlukan pada kegiatan pembenihan antara lain:
1.      Hapa plastic                      8. System aerasi                         15. Bak pendederan
2.      Hapa penampungan          9. Termometer                            16. Alat suntik
3.      Bak penampungan induk  10. Akuarum + Rak                   17. Kateter cateter
4.      Seser halus                        11. Bak atau kolam pendederan         18. Timbangan
5.      Pompa air                          12. Alat suntik                           19. Baskom
6.      Handuk/sarung tangan      13. Corong penetasan telur        20. Water heater
7.      Bulu ayam                         14. Corong penetasan artemia    21. Peralatan lainya
4.      Bahan Yang Diperlukan
Bahan yang diperlukan dalam kegiatan pembenihan antara lain:
1.      Pakan induk                      4. Obat-obatan                  7. Suspense tanah merah
2.      Pakan benih                       5. Artemia                         8. Tissue
3.      Hormone ovaprim             6. Sodium (NaCl 0,9 %)   9. Bahan lainnya


2.4.            Pembenihan Ikan Patin
1.      Pemilihan induk matang kelamin
Adapun ciri-ciri induk Patin yang sudah matang gonad dan siap dipijahkan adalah sebagai berikut. (Heru dan Khairul, 1996).
a.       Induk betina
1.      Umur 3 tahun
2.      Ukuran 1,5-2 kg
3.      Perut membesar kearahanus
4.      Perut terasa empuk dan halus bila diraba
5.      Kloaka membengkan dan berwarna merah tua,
6.      Kulit pada bagian perut lembek dan tipis
7.      Kalau disekitar kloaka ditekan akan keluar beberapa butir telur yang bentuknya bundar dan besarnya seragam.
b.      Induk jantan
1.      Umur 2 tahun
2.      Ukuran 1,5-2 kg
3.      Kulit perut lembek dan tipis
4.      Bila diurut akan keluar cairan sperma berwarna putih
5.      Kelamin membengkak dan berwarna merah tua.
2.5.            Pembenihan
1.      Penyuntikan
Siska, 2011 menyatakan Hormone yang digunakan adalah ovaprim, standar dosis ovaprim yang diberikan untuk induk betina adalah 0,5 ml/kg sedangkan untuk induk jantan adalah 0,2 ml/kg. penyuntikan dilakukan sebanyak dua kali pada bagian intramuscular di punggung atas kanan/kiri sudut penyuntikan 450, dengan interval waktu penyuntikan pertama dan kedua sekitar 6-12 jam. Penyuntikan pertama sebanyak 1/3 bagian dari dosis total dan sisanya 2/3 bagian diberikan pada penyuntikan kedua.
2.      Setriping
Media tempat penyuntikan indukan yang telah disuntik haruslah ideal, dalam arti bak harus tertutup dan bak berbentuk bulat dengan ketinggian 1 m, bertujuan induk yang telah disuntik tidak setres yang berakibat pada kualitas telur. Biasanya setelah 6-12 jam setelah penyuntikan ke 2,ikan siap di setriping telurnya untuk di aduk dengan sperma yang telah dicampur NaCl 0,9 %.(Siska, 2011)
3.      Inseminasi buatan
Setelah diaduk secara merata dan telur terbungkus oleh sperma, langkah selanjutnya adalah pencampuran larutan tanah merah yang berguna untuk menghilangkan daya rekat telur kemudian diaduk sempurna hingga telur tidak menempel satu sama lain untuk menghilangkan larutan tanah merah dilakukan beberapa kali pembilasan menggunakan air bersih kemudian siap untuk dimasukan dalam corong penetasan. (Siska, 2011)
4.      Penetasan telur
Larva mulai menetas setelah kurang lebih 20 jam setelah inseminasi. Larva menetas tidak bersamaan tetapi secara bertahap. Pemanenan larva dilakukan 24-28 jam setelah inseminasi. Larva yang menetas didalam corong penetasan akan bergerak mengikuti aliran air kedalam bak penampungan larva kemudian larva di panen dengan cara diambil dengan seser halus secara hati-hati dan berlahan. (Siska, 2011)
5.      Pemeliharaan larva dan benih
Pemeliharaan larva dan benih ikan Patin sebaiknya dilakukan di dalam ruangan tertutup agar dapat dijaga suhu airnya serta menghindari kontaminasi yang dapat masuk kedalam media pemeliharaan larva. Wadah pemeliharaan larva dapat berupa akuarium, bak fiber, bak semen maupun bak kayu, hal terpenting yang harus diperhatikan adalah kebersihan dan ukuran wadah. Padat tebar larva sekitar 60-80 ekor/liter. (Siska, 2011)
Larva dipelihara selama 15 hari, hingga larva ikan akan mencapai ukuran 3/4 inchi. Larva ikandi berikan pakan neupli artemia dari umur 30 jam hingga 7 hari. Adapun pada hari ke 8 hingga ke 15 larva diberi pakan cacing sutra. Suhu optimal untuk pemeliharaan larva antara 29-30 ̊̊C. (Siska, 2011)
Selama pemeliharaan larva dilakukan penyiponan sisa pakan dan faeses secara rutin, penambahan dan pergantian air dapat dilakuakn setelah 4 hari pemeliharaan dan dilakukan secara rutin minimal setiap 2 hari sekali atau sesuai dengan kebutuhan. (Siska, 2011)
Larva akan berangsur menjadi benih pada umur sekitar 15 hari dan pada umur tersebut benih kemudian dipanen dan didederkan pada wadah yang lebih besar agar pertumbuhannya lebih optimal. Wadah pendederan dapat berupa bak semen ataupun bak fiber hingga benih berukuran 2-3 inchi, seluruh kegiatan pemeliharaan larva hingga benih harus dicatat dan terdokumentasi dengan baik, hal ini untuk menghitung biaya produksi yang dikeluaran untuk memproduksi benih patin. Selain itu bertujuan untuk memudahkan dalam evaluasi apabila terjadi kendala dan masalah dalam proses pemeliharaan benih. (Siska, 2011)


2.6.            Pembesaran
1.      Persiapan kolam
Persiapan kolam pembesaran ikan patin di mulai dengan melakukan pengeringan kolam. Kolam dikeringkan dan dibiarkan selama 3-7 hari sampai dasar kolam menjadi retak supaya bibit penyakit dan parasit mati terbunuh. Untuk keamanan selama pembesaran, kondisi pematang kolam harus diperhatikan dengan cermat. Setiap ada kebocoran dan bagian-bagian tanggul yang kurang kuat segera di perbaiki. Keadaan kamalir diusahakan tidak ad mengalami pendangkalan. Pastikan juga pintu pengeluaran dan pemasukan sudah diberi saringan yang kokoh, (Heru dan Khairul, 1996)
2.      Pengapuran dan pemupukan
Pengapuran di perlukan untuk memperbaiki pH tanah dan mematikan bibit penyakit maupun hama ikan. Pada umumnya, pH yang cocok berkisar antara 6,7-8,6. Pupuk yang diberikan tidak langsung digunakan oleh ikan. Penggunaan pupuk ini untuk merangsang pakan alami patin seperti Rotifera dan organism air lainnya dapat tumbuh dikolam. Pupuk yang bias digunakan adalah pupuk organic, pupuk anorganik maupun pupuk hijau. (Heru dan Khairul, 1996)
3.      Pengisian air
Setelah pemupukan selesai, kolam diairi setinggi 20 cmdaqn biarkan selama beberapa hari, tujuannya adalah untuk member kesempatan kepada pitoplankton dan organism air lainnya agar tumbuh dengan baik. Di alam ikan pati menyukai perairan yang agak dalam sehingga sebelum penebaran kedalaman air kolam sebaiknya sudah mencapai 1,5 m. Pengisian air sampai mencapai ukuran ini harus dilakukan secara bertahap agar beban pematang tidak bertambah secara mendadak. (Heru dan Khairul, 1996)
4.      Penebaran ikan
Penebaran ikan ke kolam baru dapat dilakukan bila kondisi air kolam diperkirakan sudah stabil. Artinya, pengaruh pupuk sudah hilang dan makanan alami sudah cukup tersedia. Kepadatan penebaran untuk ikan patin yang di besarkan di dalam kolam secara monokultur adalah 1 ekor/m2 untuk benih berukuran 100 g/ekor. Kepadatan penebaran ini tergantung pada ukuran benih, semakin besar benih yang ditebarkan maka semakin jarang kepadatan penebarannya, demikian pula sebaliknya. (Heru dan Khairul, 1996)
Penebaran ikan diusahakan ketika suhu air rendah yaitu sekitar 25 ̊C. suhu ini biasanya terjadi pada pagi hari dan sore hari. Agar,  lebih aman dilakukan proses aklimatisasi sebelum ikan di tebarkan sehingga ikan tidak kaget dan langsung bias menyesuaikan diri dengan lingkungann yang baru. Cara mudah proses aklimatisasi ini dengan membiarkan ikan patin keluar dengan sendirinya dari wadah pengangkutan benih ke air kolam. Proses ini bias dipercepat dengan mencampur secra berlahan-lahan air kolam dengan air di wadah pengangkutan. (Heru dan Khairul, 1996)
5.      Pemberian pakan tambahan
Pemberian pakan tambahan pada proses pembesaran petin di kolam sangat mutlak untuk memacu pertumbuhan. Pakan tambahan itu berupa pellet atau sisa kegiatan dapur. Jumlah pakan tambahan biasanya  3-4 % dari bobot total ikan/hari. Pellet ini ada yang dibuat sendiri (pellet lokal) dan ada pula pellet buatan pabrik (pellet komersial). Pakan tambahan lainnya yang juga bias diberikan adalah limbah ikan, udang-udangan, molusca dan bekicot. Pemberian pakan jenis ini sesuai dengan pakan ikan patin di alam. (Heru dan Khairul, 1996)
Pemberian pakan buatan dilakukan 3 sampai 4 kali sehari (pagi, siang, soredan malam). Dalam pelaksanaan nya, pemberian pakan buatan ini baru dihentikan setelah hamper 25% dari ikan yang ada telah meninggalkan tempat pemberian pakan. Hal ini menandakan bahwa sebagian besar ikan patin sudah mulai kenyang. Jarak waktu antara pemberian pakan yang satu dengan pemberian pakan yang berikutnya adalah 4 jam karena biasanya ikan kembali lapar setiap 3-4 jam setelah makan. (Heru dan Khairul, 1996)
6.      Panen
Pemanenan ikan patin yang dipelihara secara monokultur di kolam lebih mudah dilakukan karena ikan tidak bercampur dengan ikan jenis lainnya. Pemanenan dilakukan bila ikan sudah di pelihara di kolam selama enam bulan. Pada umur ini, ikan patin biasanya sudah mencapai ukuran konsumsi. Semakin besar ukuran benih yang ditebarkan semakin singkat masa pemeliharaannya. (Heru dan Khairul, 1996)
Pemanenan ikan dilakukan dengan cara mengeringkan kolam secara perlahan-lahan. Saluran pemasukan air ditutup, sedangkan saluran pengeluaran yang terletak di dasar kolam dibuka. Dengan demikian permukaan air dalam kolam akan menurun secara berlahan dan ikan secara naluriah akan berenang menuju kebagian kolam yang masih mengandung air.  Agar ikan tidak ada lolos maka pada pintu pengeluaran diberi krei bamboo atau saringan. (Heru dan Khairul, 1996)
Untuk menjaga agar ikan tidak setres, penurunan air hendaknya tidak dilakukan secara tergesa-gesa.khusus pada kolam yang berukura besar, penutupan saluran pemasukan air dan membukaan saluran pengeluaran air sebaiknya dilakukan pada sore hari, yaitu sehari sebelum panen dilakukan. Pada keesokan harinya, pagi-pagi sekali ikan sudah berkumpul di sepanjang kemalir. Ikan ini kemudian digiring untuk di kumpulkan di bak pengumpulan. Ikan-ikan yang sudah terkumpul di dalam bak penampungan dapat segera ditangkap dengan alat-alat penangkap ikan separti serok, waring, dan scoop net . demi keamanan ikan patin sebaiknya tidak dilakukan secara langsung dengan tangan. Selanjutnya, ikan hasil panen ditampung di tempat khusus yang ada aliran air nya agar kodisinya tetap segar. (Heru dan Khairul, 1996)

III.    PENUTUP

3.1.             Kesimpulan
Ikan Patin merupakan komoditas air tawar yang yang memiliki nilai ekonomis yang tinggi selain itu tekhnik pembudidyaan nya juga relative muda untuk dilakukan baik itu secara tradisional, semi intensif maupun secara intensif.
3.2.            Saran
Sebaiknya, kegiatan pembudidayaan ikan Patin ini dapat lebih di tingkatkan baik itu di bidang pembenihan maupun pembesarannya agar produksi ikan patin ini terus meningkat dan dapat memenuhi permintaan pasar local maupun internasional.




DAFTAR PUSTAKA


Dewi, siska. 2011. Jurus tepat Budidaya Ikan Patin keuntungan besar dari simulut besar. Yokyakarta: Pustaka baru press.
Khairuman dan Dodi Sudenda. 2002. Budidaya Patin Secara Intensif.
Susanto, heru dan Khairul amri. 1996. Budidaya Ikan Patin. Jakarta: Penebar swadaya.



2 komentar:

  1. PUSAT SARANA BIOTEKNOLOGI AGRO

    menyediakan AEROTUBE untuk keperluan penelitian, laboratorium, mandiri, perusahaan .. hub 081805185805 / 0341-343111 atau kunjungi kami di https://www.tokopedia.com/indobiotech temukan juga berbagai kebutuhan anda lainnya seputar bioteknologi agro

    BalasHapus
  2. i need help please this for my school project thankyou so much

    https://ikanpatin.visualsociety.com
    .

    BalasHapus